Beranda blog

PENERIMAAN SANTRI BARU MA’HAD ALY PESANTREN MASLAKUL HUDA FI USHUL AL-FIQH TAHUN AKADEMIK 2023/2024

A. Ketentuan Umum Pendaftaran
1. Pendaftar adalah lulusan Mu’adalah Aliyah, PDF Ulya, Madrasah Aliyah, SMA, atau Pesantren yang setara
2. Tidak menghadapi permasalahan hukum

B. Persyaratan Administrasi
1. Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 250.000,- disetorkan ke Rekening BANK SYARIAH INDONESIA nomor rekening 7174251538 a/n MA HAD ALY PESANTREN MASLAKUL HUDA
2. Mengisi Formulir Pendaftaran (bisa diakses disini) yang dilengkapi dengan upload Bukti transfer biaya pendaftaran

C. Jadwal Pendaftaran
Penerimaan Santri Baru dilaksanakan pada:
o Tanggal : 01 Maret s.d. 06 April 2023 M
o Jam Layanan : 09.00 – 15.00 WIB
o Contact Person : 085-875-975-238 (Izzul) / 081-229-111-400 (Hamim)
o Email : kantor@mahally.ac.id

D. Alur Penerimaan Santri Baru
1. Calon Santri Ma’had Aly mendaftarkan diri sesuai ketentuan;
2. Calon Santri Mengikuti Ujian Seleksi Baca Kitab Fathul Qarib dan atau Fathul Mu’in
3. Santri yang diterima melakukan daftar ulang / validasi dengan upload dokumen sebagai berikut:
o Scan Ijazah pendidikan terakhir yang telah dilegalisasi (apabila belum keluar, dapat diganti sementara dengan Surat Keterangan Lulus) atau Surat Keterangan dari Pesantren
o Scan KTP, Akta Kelahiran, dan Kartu Keluarga
o File pas foto warna terbaru background merah ukuran 3 x 4 cm

E. Jadwal Ujian Seleksi

09 April 2023 M

Note:
💠 Formulir Pendaftaran yang telah diisi dapat diedit kembali jika diperlukan (menggunakan email yang sama);
💠 Apabila ada kendala saat pengisian formulir dapat menghubungi CP di atas;
💠 Mekanisme ujian akan diinformasikan lebih lanjut melalui WhatsApp Group;

Brosur Penerimaan Santri Baru Tahun Akademik 2023/2024

Pesantren Selalu Beriringan Dengan NKRI

Pesantren Selalu Beriringan Dengan NKRI

Oleh: Ainie Tsuroyya

Pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia meneruskan tradisi wali songo, yang mampu berdialog dengan budaya lokal menggunakan budaya setempat yang diisi dengan substansi tauhid. Peranan pesantren juga tidak pernah terlepaskan dari paham ahli al-sunnah wa al-jama’ah. Yang mana kurikulum pendidikannya terkonsentrasikan pada aspek syariah dengan menelaah disiplin ilmu fikih.

Meskipun masih sangat kental dengan ilmu agamanya, peran pesantren untuk negara sudah ada dari sebelum kemerdekaan Indonesia. Pesantren lah yang berperan penting dalam mempertahankan kultur-kultur yang ada di negara ini, dan memberikan begitu banyak konstribusi terhadapnya. Namun setelah membersamai Indonesia dari sebelum kemerdekaan, pesantren tidak mendapatkan pengakuan dari negara sebagaimana seharusnya. Hal itulah yang membuat para kyai dari berbagai pondok pesantren tidak mau mengikuti system Pendidikan yang sudah diatur oleh negara, dan lebih memilih meneruskan tradisi yang sudah ada dari dulu.

Pesantren tidak mendapatkan pengakuan dari negara selama beberapa tahun berjalan, hingga pada tahun 2000-an terjadilah polemic di dunia Pendidikan pesantren, seperti halnya santri yang sudah tamat dari pesanten yang memiliki pemahaman ilmu melebihi siswa tingkatan menegah atas negeri ingin melanjutkan Pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, namun pada saat itu setiap siswa yang tidak mempunyai ijazah yang diakui oleh negara maka dianggap tidak layak untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Hal tersebut dialami oleh pesantren-pesantren salaf yang memang mempunyai kurikulum tersendiri untuk mencerdaskan santri-santrinya. Dari peristiwa inilah banyak alumni-alumni dari pesantren yang ingin memperjuankan hak pesantren agar Pendidikan pesantren dapat diakui oleh negara, karena Pendidikan pesantren termasuk Pendidikan tertua di indonesia.

Melalui perjuangan para alumni-alumni untuk memperjuangakan Pendidikan pesantren agar dapat diakui negara, membuahkan hasil yang sangat bagus. Sebagai i’tikat baik negara dalam memandang keberadaan system Pendidikan pesantren maka ditempatkanlah undang-undang untuk pesantren. Sehingga Pendidikan pesantren dapat dianggap setara dengan Pendidikan lainnya yang diakui oleh negara.

Sebelum ditetapkannya undang-undang pesantren, pada tahun 2014 terbitlah PMA tentang satuan Pendidikan muadalah pada pondok pesantren, yang mana pesantren muadalah itu setara dengan Pendidikan dasar dan menengah yang sudah diakui oleh negara. Kemudian pada tahun 2015 diterbitkanlah PMA tentang ma’had aly, yaitu perguruan tinggi yang berbasis pesantren. Satuan Pendidikan keagamaan inilah yang menggembangkan kurikulumnya sesuai kekhasan masing-masing pesantren.

Seperti halnya di pesantren maslakul huda, yang mempunyai ciri khas tesendiri yaitu santri berperan aktif dalam pengembangan intelektual, Pendidikan sosial kemasyarakatan, memberikan pengajaran dasar-dasar islam, ilmu syariat dan nilai-nilai keulamaan yang dikemas dalam kurikulum tersendiri, juga menyiapkan santri agar mampu mengembangkan ilmunya di lingkungan masyarakat. Sehingga ketika santri sudah selesai masa belajarnya di pondok pesantren sedikit banyak sudah mengetahui apa yang akan dilakukannya di masyarakat.

Kemudian baru pada tahun 2019 lahirlah undang-undang pesantren yang membawa harapan baru bagi pesantren, dan menyatakan upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya, yang tumbuh dengan kekhasannya untuk mewujudkan islam yang rahmatan lil’alamin dan melahirkan manusia yang cinta tanah air. Lahirnya undang-undang pesantren membuat Pendidikan pesantren menjadi semakin kuat dan dapat mencapai kemaslahatan bersama.

 

 

 

Peran Ma’had Aly Sebagai Perguruan Tinggi Islam

 

Peran Ma’had Aly Sebagai Perguruan Tinggi Islam

Oleh: Yogi Marsilo

Sebagaimana yang tertera di dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2020, Ma’had Aly adalah Pendidikan Pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur. Dari pengertian Ma’had Aly di atas dapat kita pahami bahwa posisi Ma’had Aly merupakan pendidikan pesantren jenjang pendidikan tinggi yang setara dengan Perguruan Tinggi pada umumnya, hanya saja dalam penetapan kajian akademik nya terdapat ciri khas tersendiri, yaitu kajian keislaman yang identik dengan dengan kitab kuning.

Peran Ma’had Aly sebagai perguruan tinggi Islam tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, melainkan Ma’had Aly juga dituntut untuk bisa menjadi juru bicara tentang Islam di Indonesia dan berbagai kekhasan yang menyertainya dalam karakter masyarakat yang plural. Seiring berkembangnya zaman, diharapkan melalui kajian keislaman yang moderat, inklusif tetapi modern, Ma’had Aly sebagai perguruan tinggi Islam dapat menjadi perekat yang efektif dari berbagai pandangan keagamaan yang beragam dan menjadi salah acuan dari berbagai paham keagamaan yang ada di Indonesia.

Kitab kuning yang menjadi ciri khas kajian Ma’had Aly diharapkan dapat menjadi nilai tambah yang dapat dioptimalkan dengan baik. Sebagaimana yang kita ketahui, kitab kuning merupakan warisan khazanah keilmuan Islam yang jumlahnya tak terhingga. Sehingga dengan demikian, diharapkan Ma’had Aly bisa menunjukan eksistensi kitab kuning yang masih relevan di zaman sekarang dan dapat mengkonter pendapat sebagian orang yang menginginkan untuk meninggalkan warisan kitab kuning sebagai kurikulum, mereka mengganggap kitab kuning telah usang dan kuno, sehingga kitab kuning harus diganti dengan sesuatu yang baru dan lebih modern.

KH. MA Sahal Mahfudh pernah menyampaikan bahwa “Meninggalkan kitab kuning akan mengakibatkan terputusnya mata rantai sejarah dan budaya ilmiah yang telah terbangun berabad-abad. Menutup kitab kuning berarti menutup jalur yang menghubungkan tradisi keilmuan sekarang dengan tradisi milik kita pada masa lalu.” Dari pandangan KH. MA Sahal Mahfudh mengenai kitab kuning di atas, memberikan pemahaman kepada kita mengenai pentingnya kitab kuning untuk dipertahankan.

Kemudian Ma’had Aly sebagai perguruan tinggi pesantren juga diharapkan mampu dan memiliki peran untuk bisa mencetak lulusan yang mempunyai daya saing dan memiliki kompetensi dalam mengahadapi persaingan global. Untuk mewujudkan hal itu tidaklah mudah, agar mampu menjawab tantangan global, Mahad Aly juga perlu mengadaptasi dan merelevansi berbagai perkembangan kebutuhan pendidikan setiap lapisan masyarakat, sehingga pentingnya keberadaan lembaga pendidikan tinggi ini dapat dirasakan oleh seluruh segmen masyarakat.

 

 

 

 

Tumbuhnya Nilai Kebersamaan di Pesantren

 

Tumbuhnya Nilai Kebersamaan di Pesantren

Oleh: Muhammad Salman Lutfi

Kebersamaan memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena rasa kekeluargaan atau persaudaraan, lebih dari sekedar bekerja sama dan hubungan profesional biasa. Dalam kebersamaan juga memiliki beberapa aspek yang harus bisa diciptakan serta selalu dijaga, seperti memiliki satu visi atau satu tujuan, tidak memikirkan diri sendiri atau egois, memiliki kerendahan hati dan rela berkorban untuk teman. Dengan adanya aspek-aspek tersebut maka kebersamaan akan senantiasa terjaga. Ketika nilai-nilai kebersamaan ini sudah ada, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa akan muncul manfaat-manfaat dari adanya kebersamaan ini, antara lain :

1. Hidup akan menjadi lebih tentram dan damai.

Adanya kebersamaan menjadi sangat penting, karena dengan kebersamaan dan perilaku berdampingan dalam bermasyarakat maka kita bisa saling bertukar pikiran, pengalaman hidup, dan juga pendapat yang nantinya bermanfaat untuk kita sendiri di hari yang akan datang. Dengan adanya kebersamaan berbagai masalah juga akan mudah kita lewati dan teratasi.

2. Menciptakan lingkungan yang saling bersosialisasi dengan baik.

Pada hakikatnya manusia diciptakan Allah SWT sebagai makhluk sosial, yang mana antara satu sama lain ini saling membutuhkan. Karena itu, sangat penting menjaga kebersamaan dalam bermasyarakat agar tercipta lingkungan sosial yang baik.

3. Kita menjadi mudah bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain.

Adanya kebersamaan dapat melatih diri kita untuk menjadi pribadi sosial yang lebih baik dari hari ke hari. Semakin baik kita menerapkan nilai-nilai kebersamaan, maka akan semakin memudahkan kita untuk bersosialisasi dan bergaul dengan orang lain.

Nilai-nilai kebersamaan ini dapat banyak kita jumpai di dalam pesantren, karena di pesantren kita diajarkan untuk bisa saling menghargai perbedaan. Maksud dari perbedaan ini ialah orang yang belajar di pesantren pasti berasal dari berbagai daerah dan bermacam latar belakang, yang akhirnya dengan saling menghargai kita akan menjadi satu kesatuan yang utuh dan menjadi pribadi yang baik. Di pesantren kita tidak akan pernah luput dari pahit manisnya hidup, karena di pesantren kita diajarkan untuk bersikap sederhana, apa adanya dan berketerbatasan. Dengan kebersamaan yang ada maka segala kesusahan kita, pasti akan mudah terlewati. Kenapa? Karena kesusahan itu tidak ditanggung oleh perindividu, akan tetapi dipikul secara bersama-sama. Hingga akhirnya sikap inilah yang akan menjadikan kita berkembang dan menjadi seorang dengan pribadi yang lebih baik.

Contoh kebersamaan di pesantren ialah makan bersama, kegiatan di pesantren itu semuanya terjadwal, begitu halnya Jam makan. Jadi ketika sudah masuk waktu makan, maka semua santri akan berbondong-bondong dan bersama-sama untuk menyerbu ruang makan. Inilah yang unik, di ruang makan ini kita semua antre sesuai urutan siapa yang datang lebih dahulu, tanpa pernah saling serobot dan mendahului antrean. Lalu keunikan lainnya, banyak dari para santri itu makannya kepungan (makan satu nampan untuk bersama-sama), bahkan mayoritas begitu. Dalam mengantre ini, kita diajarkan untuk dapat menghargai antara satu sama lain, dan juga kita diajarkan bahwa semua santri itu setara, tidak ada yang lebih tinggi posisinya, serta dengan adanya sikap mengantre ini maka tujuan kita akan mudah tercapai, yaitu makan. Berbeda halnya jika kita tidak mengantre. Maka tujuan ini akan sulit tercapai karena pasti akan terjadi kericuhan dan antara satu sama lain saling senggol untuk menjadi yang terdepan. Poin selanjutnya adalah dengan adanya makan bersama, maka ketika kita makan akan menjadi sangat nikmat, berbeda ketika kita makan sendiri. Dengan diajarkannya kita untuk makan bersama ini maka ketika salah seorang santri mendapat kiriman makanan dan jajanan, ia tidak akan memakannya sendiri, melainkan akan dimakan bersama dengan santri-santri lainnya. Hal inilah yang akan menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih baik, dan kelak dimasyarakat kita akan memiliki sikap untuk mudah berbagi dengan sesama, karena kita tahu betapa pahitnya ketika seseorang itu tidak memiliki apa-apa.

Contoh selanjutnya ialah sholat berjama’ah, kerja bakti, belajar bersama dan masih banyak lagi contoh hal-hal yang dilakukan secara bersama-sama di dalam pesantren.

 

 

 

 

 

Pesantren

Pesantren

Oleh: Awaluddin Harahap

A. Sejarah pesantren

Pesantren sesungguhnya merupakan lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia, yang secara nyata sudah  melahirkan banyak para ulama’. Dan tidak sedikit tokoh Islam lahir dari lembaga pesantren. Bahkan seorang prof. Dr. Mukti Ali Juga pernah mengatakan  bahwa tidak pernah ada seorang ulama yang terlahir dari lembaga selain pesantren. Istilah “pesantren” berasal dari kata pe-“santri”-an, dimana kata “santri” ini berarti murid di dalam bahasa Jawa. Istilah “pondok” berasal dari bahasa Arab yaitu “funduuq”( فندوق ) yang berati “penginapan”. Dari hasil penelusuran sejarahnya, ditemukan sejumlah bukti kuat yang menunjukkan bahwasanya cikal bakal pendirian pesantren pada periode awal ini terdapat di daerah-daerah sepanjang pantai Utara Jawa, seperti Gresik, Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban) Kudus, dan lain sebagainya.

Pesantren dilihat dari sejarah, sosiologis dan antropologisnya lembaga ini seharusnya dipandang sebagai lembaga pendidikan pilihan di Indonesia, namun pemerintah terkesan melihat sebelah mata’ dengan lembaga pendidikan formal lainnya. Di satu sisi pemerintah mengakui produk-produk atau kualitas lulusan pesantren, akan tetapi disisi lain  pesantren tetap tidak secara sempurna diakui sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga memiliki ciri khas yang berbeda dengan lembaga pendidikan yang pada umumnya. Ciri khas yang dipakai itu menjadikan tidak akan mungkin pesantren diberlakukan peraturan yang sama dengan sekolah. Penyelenggaraan pendidikan di pesantren salaf yang pada umumnya dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, dan wetonan. Sistem sorogan merupakan proses pembelajaran yang bersifat individual pada dunia pesantren atau pendidikan tradisional, dan sistem pembelajaran dasar dan yang paling sulit bagi para santri, sebab santri dituntut untuk memiliki kesabaran, kerajaan, ketaatan dan kedisiplinan dalam menuntut ilmu. Dalam pembelajaran sorogan ini santri harus mematangkan diri sebelum mengikuti pembelajaran selanjutnya. Seorang santri yang sudah mahir dalam menguasai program sorogan menjadi kunci dalam penguasaan ilmu agama dan bisa menjadi seorang alim. Sedangkan dalam program bandongan juga bisa disebut wetonan yaitu sistem pembelajaran dalam berkelompok dan mendapatkan bimbingan dari seorang kiai yang dulu jadi seorang santri. Mereka mendatangkan seorang guru atau Kiai yang membaca, menterjemahkan juga menerangkan isi-isi dalam kitab Arab dan santri masing-masing mendengarkan dan memperhatikan supaya bisa dibuatkan untuk sebagai catatan yang dianggap sulit atau penting. Jika seorang guru atau Kiai berhalangan hadir dalam program ini untuk memberikan pengajaran sistem ini, biasa’nya seorang guru atau Kiai menunjuk ke santri seniornya untuk mewakilinya atau yang disebut ustadz. Kemudian apa yang menjadi bahan pembelajaran yang sudah diberikan kepada santri dan hasilnya selalu dihadapkan ke Kiai dan untuk dikoreksi apabila hasil pembelajaran tidak menyimpang dan sudah sempurna dengan baik’.

Sampai pada akhir abad 20, sistem pembelajaran pendidikan pesantren terus mengalami perkembangan. Pesantren tidak lagi hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum. Selain itu juga muncul Pesantren-pesantren yang mengkhususkan untuk ilmu-ilmu yang tertentu, seperti khusus untuk Tahfidz Al Qur’an, Iptek, keterampilan atau kaderisasi gerakan-gerakan Islam. Perkembangan pendidikan ini di pesantren juga didukung dengan perkembangan elemen-elemennya. Jika Pesantren awal cukup dengan masjid dan asrama, Pesantren modern memiliki kelas-kelas, dan bahkan sarana dan prasarana yang sudah canggih.

B. Tokohnya dan perannya dalam pertumbuhan pesantren di Indonesia

Berdirinya Pesantren di Nusantara tidak terlepas dari para tokoh-tokoh  yang ikut untuk memberikan kontribusi yang baik diantaranya :

  1. KH. Muhammad Kholil

Syaikhona Kholil adalah seorang ulama’asli Bangkalan yang lahir pada tanggal 11 Jumadil akhir 1225 H (27 Januari 1820) beliau mendirikan sebuah pesantren yang bernama pondok pesantren Demangan atau yang sekarang ini disebut Pesantren syaikhona. Kiai Kholil, perintis berdirinya sebuah pondok pesantren generasi 1 (1861-1923), yang dikenal sebagai seorang yang kometen di dalam berbagai disiplin ilmu (Nahwu, shorof, tasawuf, fiqh, hafalan Alquran). Dan beliau bahkan dikenal sebagai waliyullah.

  1. KH. Muhammad Rafi’i

Pendiri pesantren At-Thoriqqi di Sampang, dirintis sebelum kemerdekaan tepatnya pada tahun 1925. Beliau adalah seorang alim, cerdas, sederhana, sabar dalam mendidik santri, peduli terhadap kependidikan anak-anak. Beliau juga pernah belajar di pesantren darul hadits Malang, kemudian beliau ke Mekkah berguru kepada Syaikh Muhammad Yasi, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Ismail al-yamani, dan Syaikh Muhammad said al-Maliki al-hasani.

  1. KH. Itsbat Ibnu kiyai Ishaq (bhuju’ Panjalin)

Pendiri pesantren Banyu Anyar yang dirintis pada tahun 1788. Cikal bakal berdirinya Pesantren ini adalah dikarenakan obsesi Kiai Ishaq, yang mana beliau mulai mendidik anak dan beserta keluarganya dengan pendidikan Agama. Kiai itsbat adalah sosok yang kharismatik, wara’ Istiqomah dalam sholat malam dan puasa Senin-Kamis, juga beliau selalu beristikharah setiap akan memutuskan sesuatu.

  1. KH. Moh. Syarqawi

Pendiri pesantren An-Nuqayah yang terletak di guluk-guluk kabupaten Sumenep pada tahun 1887, beliau dikenal sebagai sosok yang alim, sederhana, sopan, tawadhu, dan memiliki kepribadian yang mempesona.

  1. KH. Djauhari (Muhammad Amien)

Pendiri pesantren Al-Amien yang resmi berdiri pada tahun 1952 dan beliau merupakan putra yang ketujuh pasangan KH. Ahmad khatib dan Nyai Bani. Pesantren tersebut sudah dirintis dari sejak abad ke 20 melalui majelis ta’lim selama bertahun-tahun di sebuah musholla yang dikelola ayahnya.

Setelah kita mengetahui bahwa bagaimana sejarah panjangnya berdiri serta perkembangan sebuah pesantren, saat ini kita masih perlu untuk menganalisa supaya nanti kedepannya kita mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai seluk-beluk sebuah pondok pesantren. Dari beberapa versi pendapat, kita juga dapat mengikuti atau mendukung versi pendapat yang kuat. Bahwasanya Walisongo yang berperan sangat besar bagi berkembangnya sebuah pondok pesantren. Dengan semangat dakwahnya yang mereka berikan yang mereka tanam dalam benak mereka, kita juga dapat melihat buah dari semangat mereka. Berkat dari beliau semua para alum para Walisongo, pondok pesantren dapat menyebar dengan luas.

Di era reformasi saat ini, kita juga harus memberikan apresiasi kinerja pemerintah, bahwasanya pemerintah telah mendukung sepenuhnya bagi pendidikan pesantren di Indonesia. Di mana ruang geraknya Pesantren tidak dibatasi, dan bahkan juga sudah berkembang menjadi pondok pesantren yang modern, dengan memberikan porsi yang sangat seimbang antara ilmu agama juga ilmu pengetahuan umum. Untuk itu Kita juga tidak terlepas dari sejarahnya bahwa pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam, yang juga ikut dalam berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan salah satu cita-cita bangsa Indonesia.

C. Organisasi lembaga pesantren

Unsur budaya dalam sebuah organisasian di pesantren yang telah dimanfaatkan dalam peningkatan kesadaran ekologi bagi para santri yang dilakukan melalui perwujudan verbal dan perwujudan perilaku. Dalam perwujudan verbal ini dilakukan melalui penguatan nilai-nilai ekologi yang baik dalam kurikulum melalui epenerjemahan materi fiqih ke dalam ekologi menuju pada fiqh al-bi’ah. Sementara perwujudan perilaku terlihat dari dalam kegiatan pengelolaan lingkungan seperti budaya kerja bakti, pemilahan sampah, pembuatan kompos dan lainnya. Budaya organisasi di pesantren dalam mendorong santri untuk terlihat dalam pengelolaan lingkungan yang terkendala oleh adanya semacam pembagian wilayah bagi santriwan/santriwati dalam pengelolaan lingkungan sebagai akibat pembakuan peran di pesantren. Selain untuk menggerakkan santri, Pesantren diharapkan agar dapat menjadi sumber referensi tata nilai islami bagi masyarakat sekitar dan menggerakkan swadaya dan swakarsa masyarakat khususnya dalam melakukan sebuah perbaikan lingkungan.

Pesantren dan NU

Pesantren dan NU

Oleh: M. Adhan Pratama

Pesantren adalah sebuah atap yang menjadi sumber pembelajaran terakhir diera sekarang, tentu hal ini menjadi sorotan pihak non pesantren, kok bisa pesantren yang asal muasalnya dipandang sebelah mata oleh masyarakat, kini menjadi sumber pembelajaran anak” mereka untuk dipondokan, tentu hal ini tidak mudah dalam perjuangannya para ulama ulama Nusantara untuk membumikan kalimah thoyibah di helai helai nadi pribumi,sungguh sangat mengena bila kita merenung akan hal itu. Gimana kyai-kyai Nusantara, walisongo , menyebar kan apa yg dibawa ROSULILLAH, dari harta, keluarga, waktu,hingga nnyawa,rela dikorbankan ,sungguh sangatlah malu bila kita memungkiri apalagi tidak ada rasa simpati hormat  dengan cara hormat, ziarah ke makam” beliau. Manfaat yang kita rasakan tidak lebih dari pada apa yang beliau beliau perjuangankan di tanah jawa, sudah seharusnya sudah semestinya pondok pesantren yang berada dinaungan NU ( Nahdlatul Ulama ) ikut andil dalam menjaga keutuhan NKRI , agar tetap utuh dan tetap harmonis antar sukunya.

Hubungan Pesantren dan NU

 

Pesantren dan NU seperti bulan dan bintang bintang dikala malam, saling melengkapi ,saling mensupport, saling merangkul satu sama yang tanpa membedakan ras, NU yang dikomandoi KH Hasyim Asy’ari dan kyai kyai-kyai lainnya, ini masyallah sebelum NKRI berdiri NU pada tahun  NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H (yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 di Kota Surabaya. Sejak awal berdirinya hingga saat ini, kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) dalam pembangunan juga selalu terlihat dari waktu ke waktu.

Tokoh yang Terlibat dalam Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) Pada hari bersejarah itu beberapa tokoh terlibat dalam pendirian organisasi NU antara lain: KH Hasyim Asy’ari Tebuireng (Jombang, Jawa Timur) KH Abdul Wahab Chasbullah (Tambakberas, Jombang, Jawa Timur) KH Bishri Syansuri (Jombang, Jawa Timur) KH Asnawi (Kudus, Jawa Tengah) KH Nawawi (Pasuruan, Jawa Timur) KH Ridwan (Semarang, Jawa Tengah) KH Maksum (Lasem, Jawa Tengah) KH Nahrawi (Malang, Jawa Tengah) H. Ndoro Munthaha (Menantu KH Khalil) (Bangkalan, Madura) KH Abdul Hamid Faqih (Sedayu, Gresik, Jawa Timur).

 

Diatas adalah sebagian kyai kyai yang terlibat dalam pendirian jam’iyah Nahdlatul Ulama, adapun hubungan NU dan pesantren adalah seperti yang disampaikan oleh salah satu tokoh agama Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur KH Moh Zuhri Zaini terkait eksistensi pesantren dan keberadaan NU.

 

“Kebangkitan NU tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Sebab pesantren adalah alasan berdirinya NU. Dan NU adalah ladang pengabdian pesantren untuk negara Indonesia,” kata Kiai Zuhri, sapaan kesehariannya.

Lanjut ungkapan beliau

Perlu diingat, bahwa perjuangan santri bukan hanya untuk agama, tapi juga untuk bangsa. Karena kita semua adalah pewaris beliau-beliau untuk mempertahankan kemerdekaan,” tegas Kiai Zuhri.Sebagai penerus perjuangan kiai, santri perlu membekali diri dengan ilmu pengetahuan. Tentu sebagai persiapan berkiprah disegala bidang.

 

“Santri bukan hanya untuk agama, juga untuk negara Indonesia,”

Tentu hal ini menandakan bahwa pesantren dan NU adalah satu kesatuan yang mana salah satunya digrogoti/ didoktrin untuk benci Indonesia maka yang terjadi adalah kehancuran,Dan bisa dibuktikan pesantren bukan pendidikan yang ketinggal zaman , buktinya, tokoh yang ada dikursi pemerintah ada yang jebolan pondok pesantren itu hanya secuil saja , yang pasti pesantren pencetak generasi generasi yang tidak gaptek, dan siap bersaing diluar dalah skil apapun, sungguh sangat beruntung bila orang tua yang mempunyai anak berada di pesantren

Pesantren dan Pengembangan Masyarakat

Pesantren dan Pengembangan Masyarakat

Oleh: Moh. Reza Fadillah

Pesantren memiliki peran dalam membentuk nilai dan sikap positif dalam masyarakat melalui pendidikan agama dan moral yang ditanamkan pada santri. Selain itu, pesantren juga menjadi tempat di mana santri dapat belajar keterampilan sosial dan pengembangan diri yang dapat membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang aktif dan berperan serta dalam pembangunan masyarakat.

Beberapa pesantren juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan masyarakat melalui program-program sosial yang mereka jalankan, seperti program pemberdayaan ekonomi masyarakat, program kesehatan, dan program bantuan sosial. Dalam hal ini, pesantren dapat menjadi agen perubahan sosial yang membantu memajukan masyarakat melalui pendidikan dan aksi nyata.

Namun, penting juga untuk diakui bahwa tidak semua pesantren memiliki kesempatan dan sumber daya untuk melakukan hal-hal ini. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, untuk membantu pesantren dalam pengembangan masyarakat. Dengan adanya dukungan dan kerjasama yang tepat, pesantren dapat berperan sebagai agen perubahan sosial yang penting dalam pembangunan masyarakat.

Ada Beberapa cara di mana pesantren dapat berkontribusi dalam pengembangan masyarakat antara lain:

  1. Pendidikan: Pesantren memiliki peran penting dalam pendidikan dan pembentukan karakter generasi muda. Pesantren dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh lembaga pendidikan formal lainnya. Selain itu, pesantren juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan pengembangan diri yang dapat membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang aktif dan berperan serta dalam pembangunan masyarakat.
  2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat: Beberapa pesantren telah mengambil langkah-langkah untuk membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar mereka. Misalnya, beberapa pesantren memiliki program pelatihan keterampilan dan pengembangan usaha kecil dan menengah untuk membantu masyarakat menjadi lebih mandiri secara ekonomi.

 

  1. Program kesehatan: Pesantren juga dapat membantu memajukan kesehatan masyarakat melalui program-program kesehatan yang mereka jalankan. Beberapa pesantren memiliki klinik kesehatan atau program kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat di sekitar mereka.

 

  1. Konservasi lingkungan: Pesantren dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan dan mengajarkan nilai-nilai konservasi lingkungan kepada siswa mereka. Dengan demikian, pesantren dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengembangkan perilaku yang ramah lingkungan di kalangan generasi muda.

 

  1. Secara keseluruhan, pesantren dapat menjadi agen perubahan sosial yang penting dalam pembangunan masyarakat di Indonesia. Dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, sangat penting untuk membantu pesantren dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Lima poin diatas memiliki dampak besar bagi masyarakat dalam pengembangannya untuk memajukan kehidupan dan eksistensi bangsa dan negara.

Jiwa Santri Untuk Negri

Jiwa Santri Untuk Negri

 Oleh: Anittabi’ Millata Hanifa

Indonesia dengan segala kearifannya memang sangat menarik perhatian, jika kita dapat menelusuri lebih dalam, akan ada hal-hal yang cukup membuat mata kita terbuka akan kearifan lokal Indonesia. Salah satu kearifan yang harus diketahui banyak orang adalah lembaga pendidikan dengan basis agama yang kita sebut pesantren, sedangkan orang yang menimba ilmu dalam lembaga tersebut disebut santri. Pesantren didirikan dengan membawa misi keagamaan, para pendahulu kita merumuskan pemikiran bahwasanya cinta tanah air merupakan sebagian dari iman. Dalam hal ini, implikasi keimanan dapat dibuktikan salah satunya dengan kecintaan kita terhadap tanah air. Sejak awal berdirinya pesantren, santri dididik agar menjadi manusia yang  secara umum, dapat menjadi khalifah di bumi dengan tugasnya yaitu imaratul ardl.

Hingga saat ini,  meskipun tidak semua orang memilih untuk menjadi santri yang notabene belajar, beradaptasi dan berinteraksi langsung dengan lingkungan pesantren. Namun, seluruh kalangan mulai menyadari kontribusi pesantren dan eksistensinya, sehingga mulai berdatangan santri-santri dari berbagai kalangan. Adanya UU No. 18 Tahun 2019 yang mengatur tentang pesantren juga menjadi apresiasi kesadaran akan kontribusi dan keberadaan pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Sebelum adanya kesadaran tersebut, pesantren mengalami keterbatasan lingkup formal, para alumni pesantren akan dibatasi kontribusi sosial begitu juga formalnya, sehingga berdampak pada ruang gerak santri di bidang formal. Tindakan ini seolah menafikan potensi kematangan santri yang sudah melalui proses-proses pembiasaan oleh pesantren.

Dalam perkembangannya, kehidupan pesantren tidak melulu soal mengaji di langgar atau pembelajaran yang bersifat dogmatik saja, melalui interaksi yang lebih dalam lagi, dapat ditemukan adanya pembiasaan-pembiasaan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan ini dimulai dari hal terkecil seperti berbicara dan berperilaku menggunakan tata krama dengan sopan hingga hal-hal penting seperti ketertiban dalam berkegiatan, melalui pembiasaan ini, santri dirancang memiliki karakter mandiri dan bertanggung jawab. Pembiasaan dalam bentuk manajemen organisasi juga dilakukan agar santri di masa depan dapat ikut berkiprah di masyarakat. Dalam hal ini, penulis mencoba mengaplikasikan contoh langsung melalui adanya kegiatan-kegiatan pesantren meliputi acara haul dan lain-lain. Pesantren akan menyerahkan seluruh konsep penyelenggaraan acara kepada santri, tentunya  dari pesantren akan memberikan bimbingan, namun dari sesi persiapan, pelaksanaan, hingga yang bertugas di lapangan semuanya menjadi tugas santri. Tidak hanya itu, setelah pelaksanaan acara selesai, mereka para santri akan dimintai pertanggungjawaban dari tugas yang sudah dilakukan.

Dari hal ini, dapat terlihat beberapa sisi pesantren, dalam hal pendidikan karakter melalui pembiasaan yang berorientasi pada kontribusi di masa depan. Pertama, melalui pembiasaan ini, terdapat sisi tanggung jawab untuk menjalankan tugas dengan baik dan maksimal, sehingga tidak akan merasa gugup menghadapi tugas yang lebih besar tantangannya di masa depan. Kedua, sebagai bentuk khidmah santri pada pesantren. Ketiga, pembentukan karakter yang berorientasi pada kedisiplinan, dengan menyelesaikan tugas tepat waktu dengan hasil yang tidak mengecewakan. Keempat, pesantren sebagai perwujudan masyarakat dalam skala yang lebih kecil secara alami akan mengajarkan santri untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan orang banyak.

Pesantren dengan misinya berusaha menjadikan pola pikir santri agar tidak berfikir dari satu sisi saja. Seorang santri tidak akan mati-matian mengejar hal duniawi, jika pada akhirnya hal yang bersifat ukhrawi akan tertinggal. Begitu juga dengan segala langkah santri di masyarakat, segala sesuatu tidak lain hanya akan diniatkan secara hakiki. Lebih lagi jati diri seorang  santri tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh pembentukan dan pembiasaan di pesantren, sehingga diharapkan atas segala kontribusinya, kaum santri akan selalu siap menyumbangkan jiwa dan tenaga untuk negri tercinta.

 

 

Peran Santri Untuk Masyarakat di Era Digital

Peran Santri Untuk Masyarakat di Era Digital

Oleh: Salma Umulkhoiriyah

            Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, kata santri bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Menurut kebanyakan orang, santri merupakan orang yang memiliki tingkat keilmuan agama lebih tinggi dari orang biasa. Santri adalah seorang yang bermukim di pondok pesantren yang menimba ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Santri merupakan salah satu dari 4 pilar kokohnya sebuah pesantren, mereka lah yang menjadi corong dakwah di tengah-tengah ummat. Tidak hanya sekedar mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, dakwah yang dilaksanakan ialah memberikan uswah atau tauladan yang terbaik, sesuai dengan nilai-nilai yang islami dan ma’hadi.

Seperti yang kita ketahui bahwasanya santri menghabiskan waktu yang lama di pondok pesantren untuk memperdalam ilmu agama, Diikuti dengan peraturan yang harus ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengetahuan agama yang mumpuni serta karakternya yang khas, santri hampir selalu dipandang positif di tengah masyarakat. Karakter dan kelebihan yang dimiliki santri membuka peluang yang lebar untuk menjadi pelopor segala bentuk kebaikan dan perubahan. Moderasi di antaranya. Sebab isu moderasi adalah isu yang sangat erat kaitannya dengan dengan pemahaman agama. Maka peran santri sangatlah vital. Apalagi bila didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju di era milenial ini, semakin lengkaplah ‘senjata’ yang dimiliki santri dalam menjalankan peran tersebut.

Sudah tidak diragukan, bahwa pondok pesantren terbukti telah menjadi garda terdepan   dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi di bumi pertiwi. Tempat yang menjadi pusat pendidikan keagamaan ini dianggap sebagai sumbernya pendidikan akhlak dan moral. Zaman boleh silih berganti dengan segala tantangannya. Namun, ia tetap bertahan, bahkan berkembang pesat dari waktu ke waktu. Dengan segala pandangna positif tentang pesantren, sudah barang tentu penghuninya, yakni santri, juga diyakini memiliki moralitas yang tinggi dan wawasan agama yang mumpuni harus menjadi pelopor kebaikan di tengah masyarakat.

Dalam hal ini, santri dapat menunjukan perannya di masyarakat. Adanya berbagai platform media sosial yang dapat mewadahi berbagai diskusi dan gagasan tentang pandangan terhadap berbagai fenomena sosial, budaya, agama, bahkan kewarganegaraan mendorong santri untuk mengekspresikan diri melalui media tersebut sehingga diharapkan dapat mendorong dan membawa perubahan di masyarakat menuju arah yang lebih baik. Di era teknologi informasi yang berkembang pesat, tidak diragukan lagi banyak informasi yang menyesatkan, ada yang benar dan bahkan ada yang salah. Dalam hal ini dapat digunakan sebagai alat penyaring bagi masyarakat umum untuk menghindari informasi negatif terkait Islam, berdasarkan ilmu-ilmu pembelajaran yang diterima santri di pesantren.

Peran santri dalam upaya peningkatan dakwah Islam di era digital sangat dibutuhkan guna melanjutkan ghiroh perjuangan para ulama terdahulu dengan semangat resolusi jihad memperjuangkan agama Islam dalam menghadapi tantangan digitalisasi. Strategi komunikasi dalam berdakwah sangat diperlukan untuk menunjang public speaking yang harus dilakukan oleh oleh santri dalam upaya meningkatkan dakwah Islam. Peran santri dalam berdakwah saat ini lebih efektif menggunakan media dengan cara memberi edukasi wawassan pengetahuan akan pentingnya menggunakan komunikasi dengan baik agar tidak mudah menerima suatu berita secara mudah agar tidak termakan isu hoax yang mengandung unsur saravmaupun provokatif lainnya yang bisa menjatuhkan harga diri seseorang maupun kelompok.

Pemanfaatan ruang lingkup publik untuk kegiatan dakwah dalam mengajak kepada kebaikan menjadikan peluang dan juga tantangan tersendiri dalam berdakwah, para santri harus mampu mengoptimalisasikan ruang publim dalam berdakwah melalui media digital sangat penting agar para santri mempunyai peranan dalam mewujudkan Islam yang Rahmatan Lil Alamin.

 

Pesantren Peduli Minoritas

Pesantren Peduli Minoritas

Oleh: Wahyu Nova Septian Noor Akbar

Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai kaum minoritas akan mendapatkan pelbagai perlakuan yang tidak semestinya baik dalam segi legal formal, sosial budaya, hingga ekonomi. Adanya perlakuan tersebut karena kaum minoritas umumnya memang kaum yang tidak mempunyai kekuatan dan cenderung diperlemah. Minoritas awal mulanya merupakan sebuah term yang digunakan untuk menunjukkan sebuah kelompok masyarakat yang mana jumlah warganya lebih kecil dibandingkan dengan golongan lain. Akan tetapi jikalau dilihat kaum yang dianggap minoritas sekarang bukanlah kelompok dengan  jumlahnya sedikit akan tetapi kelompok atau orang-orang yang tidak bisa mendapatkan hak-haknya secara utuh dan semestinya. Misalkan saja dominasi kaum borjuis terhadap sektor ekonomi hingga dapat mendirikan puluhan sektor perusahaan dan meraup keuntungan besar-besaran tanpa memikirkan pemberdayaan karyawan juga masyakarat secara luas.

Tentunya, terkait isu minoritas yang ada dan sedang berlangsung perlu adanya sebuah gerakan secara masif baik dari pemerintah maupun lembaga atau organisasi yang bergerak dalam bidang swadaya masyarakat. Dalam hal ini, pesantren juga mempunyai andil dan tanggung jawab sosial mengingat pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja akan tetapi merupakan sebuah lembaga pengembangan swadaya masyarakat dengan melihat nilai-nilai keagamaan yang dikembangkan oleh pesantren, seperti kepercayaan untuk berdiri sendiri. Hal ini, sejalan dengan pendapat Ibnu Khaldun bahwa sesungguhnya ilmu dan ajarannya itu merupakan amal sosial yang khusus ditujukan kepada manusia, karena memang keduanya berada di dalam kehidupan peradaban umat manusia, yang dalam kehidupan primitif tidak terwujud.[1]

Dengan pernyataan ini, pesantren sudah seharusnya mempunyai kemampuan merajut hubungan harmonis yang dapat saling melengkapi antara satu pihak dengan pihak lainnya; antara mayoritas dan minoritas dengan perangkat keilmuan yang ada. Dan pada hakikatnya syari’at agama Islam sangat menganjurkan adanya kemajuan dan dinamisasi hukum agar tercipta sebuah kemaslahatan yang mengarah pada tidak adanya dikotomi, diskriminasi, serta represi dalam membangun kehidupan di dunia. Mengutip ungkapan Muhammad Sa’id Al-Asymawi bahwa syari’at mempunyai tiga watak dasar:

  1. Syari’at merupakan metode yang mengarah pada kemajuan dengan selalu menciptakan hukum-hukum baru.
  2. Syari’at adalah sebuah gerak langkah yang selalu dinamis yang membawa manusia pada tujuan-tujuan yang benar dan orientasi-orientasi yang mulia.
  3. Pandangan yang sahih dalam penerapan syari’at adalah pemahaman yang tepat atas pengertian syari’at itu sendiri, yaitu bahwa syari’at merupakan metode, spirit dan motor penggerak. Dengan demikian, fungsi syari’at adalah bagaimana memproyeksikan metode, melindungi spirit, serta memfungsikan motor penggerak tersebut demi kemaslahatan manusia dan tujuan-tujuan yang dibangun oleh agama.[2]

 

Mengenai wacana pesantren terhadap pemberdayaan kaum minoritas merupakan representasi dari keilmuan yang diajarkan oleh pesantren. Menurut K.H. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh pemberdayaan yang dilakukan oleh pesantren menyaratkan adanya dua unsur pendukung yang harus terpenuhi yakni:

  1. Wawasan yang luas dari pengasuh pesantren tentang pengembangan masyarakat, disamping kepekaan pengasuh terhadap permasalahan yang berkembang baik yang menyangkut masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya.
  1. Tersedianya tenaga dari kalangan pesantren untuk menjadi motivator pengembangan masyarakat dan mampu menjadi manager of resources yang ada disekitarnya.[3]

Sehingga kedepannya pesantren mempunyai karakter pengembangan masyarakat secara luas dengan selalu melihat masalah yang berkembang diaspek apapun. Adapun menurut Soedjatmoko pendidik agama akan dapat memenuhi suatu fungsi yang sangat penting dalam perkembangan sosial yang ada bila:

  1. Berusaha memumpuk beberapa sifat tertentu, antara lain: keberanian hidup, bersedia mandiri, berinisiatif, peka terhadap hak dan keperluan manusia, sanggup kerjasama untuk kepentingan umum di dalam proses perubahan sosial yang jalan terus menerus, serta tanpa mempunyai rasa takut akan perubahan.
  2. Berusaha merangsang anak didik untuk mengamalkan ilmu mereka.
  3. Berusaha memupuk motivasi yang kuat pada anak didik untuk mempelajari dan memahami kenyataan sosial yang terdapat di masyarakat.
  4. Berusaha untuk berintegrasi dan bersingkornasi dengan pendidikan non agama.[4]

Maka dari itu, lembaga pendidikan masyarakat termasuk pondok pesantren haruslah bersifat fungsional, sebab lembaga pendidikan sebagai salah satu wadah dalam masyarakat biasa dipakai sebagai ‘pintu gerbang’ dalam menghadapi tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan danteknologiyang terus mengalami perubahan. Untuk itu lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren perlu mengadakan perubahan secara terus-menerus seiring dengan berkembangnya tuntutan-tuntutan yang ada dalam masyarakat yang dilayaninya. Pondok pesantren yang telah lama menjadi tumpuan pendidikan masyarakat ‘religius’ tidak boleh mengabaikan tuntutan perubahan tersebut.[5]

Hemat penulis, perlu adanya kesamaan pandang diantara pesantren-pesantren seluruh Indonesia dalam menyikapi problem kaum minoritas sehingga terbentuk sebuah program pemberdayaan masyarakat minoritas yang diinisiasi oleh pesantren. Wallahu a’lam.

[1] Ali Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 218. Bandingkan dengan Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, Suatu Analisa Sosio Psikologi, cet. ke-3 (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), hlm. 21.

[2] Muhammad Said Al-Asymawiy, Ushul Al-Syari‘ah, Saudi Arabia: Maktabah Madbuliy Saghir, 1996.

[3] Sahal Mahfudh, Pesantren Mencari Makna, Pustaka Ciganjur Nopember 1999, Hlm 16.

[4] Ibid,, hlm.17.

[5] M. Sulthon, Moh. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam Prespektif Global, (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo), 2006, hlm. 2.

Metode Diklat Kilat Atau Ngaji Kilatan

Metode Diklat Kilat Atau Ngaji Kilatan

Menjelang akhir tahun ajaran merupakan moment krusial dengan drama UAS apapun hasilnya guna menjemput liburan dan menyambut bulan mulia Rhomadhon yang merupakan penantian para pelajar. tidak ketinggalan para santri juga biasanya sudah memiliki wacana-wacana pelipur lara sebagai bentuk refreshing sejenak yang dinanti-nanti setelah setahun lamanya menggeluti kajian keilmuan baik teori atau aplikasinya belum lagi bagi para pengurus pondok pesantren yang ingin berisi dari kesibukannya menghadapi berbagai macam tingkah laku santri. Tidak sedikit santri yang kembali kekampung halaman adapula yang menetap dipondok dengan berbagai alasan seperti belum siap untuk pulang ke kampung halaman karena merasa takut bila diberi tanggung jawab oleh masyarakat sekitar.

Oleh sebab itu tidak sedikit santri yang memilih mencari suasana baru dengan mengikuti ngaji kilatan yang diadakan dibanyak pesantren dengan tentunya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Bagi kalangan masyarakat pesantren khususnya pesantren-pesantren ala Nusantara sudah tidak asing lagi dengan istilah ngaji kilatan. Ngaji dengan metode bandongan yaitu Sang Kyai membacakan kitab dan santri menyimak sembari memberi makna pada kitabnya masing-masing dari awal sampai akhir dan waktu yang ditentukan. Pada umumnya ngaji kilatan Ini dilakukan dibulan-bulan tertentu terutama pada bulan Sya’ban dan Romadhon. Namun adapula pesantren yang menghabiskan seluruh tahunnya untuk Ngaji kilatan, dan akhirnya dikenal sebagai Pondok kilatan seperti di Pondok Pesantren Al-Hidayah Tertek Pare Kediri, Pondok Pesantren Roudhotul Ihsan Pare Kediri, Pondok Pesantren Darul Ihya Ulumuddin Sentul Bogor, Pondok Pesantren As-Sa’adah Bunikasih Cianjur Bandung dan masih banyak lagi.

Nuansa ngaji kilatan jauh berbeda dengan ngaji kurikulum pada umumnya. perlu diketahui jika ngaji berkulikulum biasanya santri juga dituntut untuk sorogan (membaca dihadapan pengajar) bahkan menjelaskan suatu kajian materi untuk santri-santri yang lain dan akan dihisab (dinilai) oleh sang Kyai secara langsung, juga berdiskusi dan musyawarah. Dalam moment ngaji kilatan para santri sangat dimanjakan oleh sang Kyai yang senantiasa membacakan kitab dari awal sampai akhir dengan keterangan tipis-tipis (bandongan) dan pemberian sanad keilmuan kemudian ditutup dengan Mayoran Tafaruqan (Tasyakuran and Perpisahan). Sudah sangat ma’lum Ngaji kilatan adalah moment santri mencari makna dan memburu sanad selain itu juga untuk memperluas jaringan literasi antar sesama santri dari berbagai daerah.

 

Pada umumnya pondok-pondok kilatan memiliki kitab wirid yang akan selalu diulang setiap kali khatam seperti Syarh Hikam, Tafsir jalalain, Jam’ul Jawami, Ihya Ulumuddin, Bukhori, Alfiyah Ibn Malik dan lainnya. Sehingga menjadi ciri khas bagi masing-masing pondok itu sendiri. Di Pondok kilatan ada yang menyusun jadwal secara Tahunan adapula yang tidak artinya bisa saja kitab yang dikaji sesuai kehendak Sang Kyai atau permintaan para santri kadang juga dibinkai dalam bentuk diklat selama 2-3 Minggu membahas satu materi dan dibahas secara tuntas seperti Ilmu Falak, Ilmu Faroid, Ilmu Haid, dan lainnya. disana juga tidak dituntut hafalan namun Sang Kyai sangat menganjurkan dan menerima hafalan dan sorogan para santri artinya dipondok kilatan menegement diri sangat berpengaruh karena kurikulum yang tidak menentu maka santri harus pandai-pandai membuat kurikulum dirinya sendiri.

Fokus utama Pondok-pondok kilatan ialah kitab khatam dibaca awal hingga akhir oleh karenanya hanya ada sedikit keterangan yang diurai guna mempersingkat waktu dengan bgitu dapat mengkhatam banyak kitab. Lantas bagaimana dengan pemahaman semuanya dikembalikan pada Allah SWT dan personal masing-masing santri sejauh mana akan menelaah kitab yang telah dikaji. Uniknya ada semboyan yang tidak asing dikalangan santri kilatan yaitu “Sing penting Kyaine paham, Insyaallah poro santrine kefutuh” (yang penting sang Kyai paham jelas insyaallah para santri akan terbuka pemahamannya). Lantas bagaimana  Jika ada sanggahan sebagaimana berikut: “harusnya sesuai syarat mencari ilmu itu harus lama waktunya tidak bisa cepat-cepat” maka para santri kilat memiliki jawaban yaitu “yang dimaksud lama waktunya itu lama dengan kitab bukan sekedar menetap dipondok”

Kalaupun ada yang berpendapat pondok-pondok pesantren berkulikulum itu unggul dengan diskusi-diskusinya maka pondok-pondok kilatan juga  unggul dengan banyaknya kitab yang dikhatamkan. Pada dasarnya pondok-pondok  kilatan itu masih mengadopsi budaya keilmuan lama seperti memilki kitab khusus yang diwiridkan sebagai ciri khasnya dan tidak jarang pula sang Kyai menyarankan santrinya yang dirasa telah menyelesaikan dan memahami kitab materi khas pondok tersebut  untuk mengkaji kitab khas lain denga Kyai yang lain. Jika ditanya lebih efektif mana antara Pondok berkulikulum atau Pondok kilatan maka jawabannya harus memandang siapa objek santri yang dituju. Karena di Pondok kilatan semua santri berbaur menjadi satu dengan lainnya baik dari kanak-kanak, pemuda, dewasa hingga yang tua ada disana tak jarang ada yang sudah bekerja bahkan berkeluarga.

 

 

Pada intinya semua memilki keistimewaan masing yang Patut dipertanyakan adalah metode-metode kilat baru ala diklat seperti satu bulan hafal Qur’an, 3 bulan mahir kitab kuning atau yang lain. sangat wajar bagi santri menanyakan hal semacam ini karena budaya masyarakat pesantren sangat paham akan sulitnya mencari ilmu dan pentingnya sosok Kyai yang menjadi lentera dalam kegelapan-kegelapan hati para santri dan timbul bagaimana bisa dengan waktu sesingkat itu bisa hafal dan mahir ini itu apa jangan-jangan pengampu disana wali-wali Allah Swt semua? lalu bagaimana sanad keilmuan metode-metode diklat kilat tersebut? bagaimana mulazamah dengan guru dengan waktu sesingkat itu?

Lantas apakah metode-metode diklat kilat semacam ini jauh berbeda dengan ngaji kilatan ala pesantren. Perlu diketahui bahwa ngaji kilatan tidak menjanjikan para santrinya hafal ini mahir itu melainkan mempersilahkan bagi para santri dengan kemauan sendiri mengikuti kajian kitab yang dibacakan sehingga tidak ada peraturan baku yang mengikat harus begini atau begitu juga biaya yang terjangkau dan tentu dengan sanad keilmuan yang jelas lalu bagaimana dengan metode-metode diklat kilat tersebut Wallahu alam bi sowab sepertinya hal tersebut masih menjadi misteri…

Maturnuwun.

Khamdi Ali Zain, Santri Ma’had Aly  Maslakul Huda fi Ushul Fiqih Kajen Margoyoso Pati

1 Maret 2023